Jembatan Cinta Paris :D
Kata orang Paris adalah kota yang
romantis untuk memadu kasih. Ah, entahlah, apa kata orang. Masing-masing
orang tentunya memiliki pandangan dan cara yang berbeda. Lagipula
romantis itu tergantung juga pada moment and mood, tidak hanya pada setting.
So, bagi saya romatis itu dimana saja bisa, ha ha ha. Akan tetapi
mumpung saya memiliki kesempatan yang mungkin tidak akan terulang lagi,
sebaiknya saya menelusurinya.
Ketika pertama kali menginjakan kaki di
kota Paris- Perancis, nampak Paris begitu padat, berdesak-desakan sejak
dari airport, stasuin kereta/metro, di sepanjang jalan, di objek-objek
wisata hingga ke cafe-cafe dan restorant. Suasana romantis mungkin
sedikit terasa ketika malam tiba dan lampu-lampu taman yang menyala,
cafe-cafe di sepanjan sungai Seine menyala hingga lampu menara Eiffel
berkerlap-kerlip. Bagi kawaulah muda yang sedang kasmaran atau
berpacaran mungkin akan lebih merasakan romantisme kota ini ketika
berdiri di bawah menara Eiffel yang berelap-kelip setiap satu jam. Saya
bersama Julia coba menelusuri jalan-jalan dan beberapa lokasi-lokasi
tempat mangkal di kota Paris hingga kami tiba di Pont des Arts alias
Jembatan Cinta. Hmmm….Nama jembatan ini pernah kudengar dari beberapa
teman senior, tapi tak pernah tahu apa bentuk daripada jembatan ini,
hingga berada di Inggris lalu melihat bebarapa foto posting teman di
Facebook dan juga penah melihat sebuah foto dengan ratusan gembok yang
dipamerkan di ruang perpustakaan University of Birmingham.
Jembatan ini bertulang baja tetapi
alasnya hanya kayu yang sudah berusia puluhan tahun, dan tidak dilalui
oleh mobil, bus atau sepeda motor, kecuali sepeda, tetapi jembatan ini
tidak pernah sepi dari pengungjung setiap harinya. Setiap hari ratusan
orang datang berdiri, memotret dan menggantungkan gembok di jembatan
ini. Di seluruh dinding jembatan yang berpagar kawat ini telah
digantungkan ribuan gembok berbagai jenis, bentuk dan ukuran. Setiap
hari ada pasanagn muda-mudi yang datang ke jembatan ini lalu memasangkan
gembok mereka dan melemparkan kuncinya ke dalam sungai. Saya dan Julia
naik ke atas jembatan itu dan memandangi ribuan gembok-gembok itu
terheran-heran, tapi juga cukup menggelitik, ingin ketawa ketika melihat
berbagai jenis dan ukuran gembok yang tertancap di dinding jembatan
itu, dari ukuran terkecil hingga gembok raksasa XXL, mugkinkah itu tanda
besar-kecilnya cinta mereka? Ah, hanya mereka dan Tuhan yang tahu. Saya
juga tidak tahu asal mula atau cerita apa yang melatarbelakangi
orang-orang hingga datang dan memasang gembok dijembatan ini sebagai,
lalu membuang kuncinya dalam-dalam ke dasar sungai, tapi sepertinya
patutu dicoba. Hmm…kebetulan kami sedang membawa sebuah gembok kecil
senilai 4 Euro yang baru saja dibeli di pedagang kaki lima di tepi
sungai dekat jambatan ini. Julia kemudian menuliskan nama kami, lalu
kami tancapkan di salah satu sisi utara jembatan cinta ini, lalu kami
membuang kunci gembok itu jauh-jauh ke dalam sungai dan tenggelam,
semoga gembok itu tergantung hingga suatu saat akan kami temui lagi.
Setelah puas memotret jembatan itu dengan
segala keunikannya, saya duduk sejenak di bangku di tengah jembatan dan
memandangi orang-orang di atas jembatan itu. Tidak jauh dari saya, ada
dua pasang kekasih yang baru saja mengikrarkan cinta mereka di atas
jembatan itu, memasangkan gembok di jembatan itu lalu membuang jauh-jauh
kunci gembok itu di dalam dasar sungai, mereka tampak berpelukan mesra
dan berciuman di atas jembatan itu. Tidak jauh dari saya, ada satu orang
laki-laki dan seorang perempuan setengah baya, berjalan memeriksa
gembok-gembok di salah satu bagain sisi selatan jembatan itu. Mereka
saling berpegangan tangan erat, sepertinya mereka sedang mencari gembok
mereka yang dulu pernah mereka tancapkan di atas jembatan ini sebuah
wujud dari ikrar cinta mereka kala itu. Saya teringat kisah Nada dari
Banja yang jatuh cinta dengan Relja, seorang opsir Bosnia pada awal
perang dunia ke dua. Ketika perang tiba Relja harus pergi meinggalkan
Nada, dan ternyata Relja jatuh cinta pada seorang gadis Yunani yang
kemudian membuat Relja harus meninggalkan Nada. Nada dengan cintanya
yang begitu dalam kepda Relja tidak bisa menerima kenyataan ini,
cintanya hanya kepda Relja seoarang, Nada lalu mengunci hatinya hanya
kepada Relja dengan padlock di atas jembatan di mana mereka sering bertemu.
Ketika saya membalikan arah pandangan
saya, nampak seorang bapak dan ibu bersama dua orang anak. Anak mereka
yang kedua masih kecil, sedang berlari-lari kecil di dekat ibunnya, anak
mereka yang pertama sedang duduk di atas kursi roda, kemungkianan anak
mereka ini disable. Mereka meneyusuri ribuan gembok-gembok itu,
mencari –cari gembok yang beberapa tahun yang lalu sang ayah dan ibu
tancapkan di atas jembatan ini, mereka nampak ceria dan sang ayah tidak
henti-hentinya merekam aktvitisa keluarga mereka di atas jembatan itu
dengan camcorder. Nampaknya mereka kembali mencari gembok
cinta mereka setelah mereka memiliki dua orang anak. Mereka menemukan
gembok itu dan sepertinya mereka menancapkan lagi dua gembok untuk dua
anak mereka bergandengan dengan satu gembok yang dipasangkan sang ayah
dan ibu beberapa tahun silam. Mungkin ini sebuah harapan agar mereka
tetap berkomitmen dan saling mencitai dalam keluraga mereka. Hmmm…
semoga …
Bagi saya sulit untuk menjelaskan
fenomena ini, tetapi inilah yang sering dilakukan oleh pasangan muda di
Paris, atau mereka yang datang berlibur khusus mencari suasana romantis
dan mengikrarkan komitmen cinta mereka di atas jembatan ini. Sebetulnya
fenomena gembok cinta ini ada terdapat di hampir setiap negera-negara di
Eropa bahkan mungkin di Asia. Di Sweden, di sebuah jembatan saya
menemukan juga ratusan gembok yang dipasangkan, di Hungary saya juga
menemukan ratusan gembok yang terpasang di Chain Bridge dan Liberty
Bridge, di Rialto Bridge Venezia – Italia, saya juga menemukan hal yang
serupa. Tetapi tentunya masing-masing memilki cerita yang berbeda,
termasuk Pont des Arts di Paris ini yang katanya paling dikenal dan
memang paling banyak gemboknya yang pernah saya temui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar